Semakin Tegang, Demo di Thailand Dibalas Meriam Air oleh Aparat Kepolisian

- 18 Oktober 2020, 16:40 WIB
Polisi Thailand menyemprotkan water Cannon untuk membubarkan aksi unjuk rasa pada 16 Oktober 2020.
Polisi Thailand menyemprotkan water Cannon untuk membubarkan aksi unjuk rasa pada 16 Oktober 2020. /The Guardian

RINGTIMES BANYUWANGI – Saat ini Negeri Gajah Putih, Thailand, dikabarkan tengah diterpa gelombang aksi unjuk rasa atau demonstrasi menuntut pencopotan Perdana Menteri Thailand dan mengkritik monarki.

Massa aksi puluhan ribu rakyat Thailand turun ke jalan dalam unjuk rasa yang diselenggarakan di Bangkok dan seluruh kota-kota Thailand lainnya.

Aksi unjuk rasa tersebut guna menentang tindakan keras pemerintah, disusul aksi selama tiga bulan yang ditujukan pada Perdana Menteri Thailand dan monarki Thailand.

Dikutip oleh ringtimesbanyuwangi.com dari Pikiran-Rakyat.com dari The Guardian, banyak peserta aksi unjuk rasa yang mengatakan bahwa aksinya pada Sabtu, 17 Oktober 2020 dihalau oleh meriam air oleh aparat keamanan.

Meriam air digunakan oleh pihak Kepolisian sebagai senjata untuk membubarkan ribuan massa yang banyak dilakukan oleh kalangan anak muda, bahkan hingga anak-anak.

Artikel ini sebelumnya telah terbit di Pikrian-Rakyat.com dengan judul Unjuk Rasa di Thailand Dibalas Meriam Air, Pimpinan Aksi Protes Tindakan Represif Pemerintah

Baca Juga: ShopeePay Day Digelar 15 Oktober Hadirkan Solusi Belanja Hemat Sambut Shopee 11.11 Big Sale

Upaya pihak Kepolisian menggagalkan pengunjuk rasa yang menyuarakan aspirasinya itu dilakukan dengan menutup jaringan transportasi umum di Bangkok.

Namun demikian, dilaporkan bahwa hal tersebut menjadi bumerang lantaran menyebabkan serangkaian protes di seluruh kota utama, dan beberapa aksi unjuk rasa kecil lainnya, lantaran setidaknya terdapat enam kota di luar bangkok yang menjalankan aksi unjuk rasa.

Pihak Kepolisian dilaporkan langsung turun tangan, dan aksi unjuk rasa itu pun bubar setelah beberapa jam.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak kepolisian menggunakan meriam air untuk menghalau massa pada hari Jumat, 16 Oktober 2020.

Selain itu, menutup sebagian besar sistem transportasi kota pada Sabtu, 17 Oktober 2020 guna menggagalkan aksi pengunjuk rasa, kendati demikian mereka berkumpul di mana mereka bisa.

Baca Juga: Mencoba Sensasi Menegangkan Ala Harry Potter di Kereta Sihir dengan Hogwarts Express

Protes telah menarik puluhan ribu orang turun ke jalan guna menuntut pencopotan perdana menteri, Prayuth Chan-ocha.

Selain itu, mereka juga secara terbuka mengkritik Raja Maha Vajiralongkorn, meskipun terdapat hukum lese-majesty yang bila menghina monarki maka bisa berarti 15 tahun penjara.

Sebelumnya, pada Kamis, 15 Oktober 2020 pemerintah setempat melarang semua pertemuan politik yang terdiri dari lima orang atau lebih.

Diketahui, pihak Kepolisian telah menangkap lebih dari 50 orang, termasuk beberapa pemimpin protes, dalam seminggu terakhir.

Seorang juru bicara pihak Kepolisian Yingyos Thepjamnong mengatakan bahwa ada atau tidaknya kekerasan, semua pertemuan dilarang lantaran ilegal.

Baca Juga: TNI AL Perketat Keamanan di Perbatasan NKRI-Malaysia, hingga Turunkan 2 Kapal Perang

"Ada kekerasan atau tidak, semua pertemuan ilegal," katanya.

Para pengunjuk rasa menilai bahwa Prayuth merekayasa pemilu tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang direbutnya dalam kudeta 2014, sebuah tuduhan yang dia bantah.

Mereka mengatakan monarki telah membantu melanggengkan pengaruh politik militer selama bertahun-tahun dan berupaya mengekang kekuasaannya.

Sementara itu, setelah dibebaskan dengan jaminan, setelah diamankan pada Jumat, 16 Oktober 2020, pemimpin protes Tattep Ruangprapaikitseree mengutuk keras tindakan represif pada para pengunjuk rasa.

“Saya mengutuk mereka yang menindak para pengunjuk rasa dan mereka yang memerintahkannya. Tangan Anda semua berdarah," pungkasnya.***(Irwan Suherman/Pikiran Rakyat)

 

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x