Indonesia dan Korea Selatan Akan Jadi 'Raja Ekspor di Asia' Jika Proyek KF-21 Sukses Terlaksana

14 Oktober 2021, 11:25 WIB
Terwujudnya proyek KF-21 Boramae akan menjadikan Indonesia dan Korea Selatan menjadi Raja Ekspor di Asia. /Twitter @NATO_AIRCOM/

RINGTIMES – Proyek pembuatan pesawat jet tempur KF-21 Boramae antara Indonesia dan Korea Selatan sempat terhenti tanpa adanya kejelasan setelah kaburnya para insinyur Indonesia.

Diketahui bahwa dalam kesepakatan tersebut Indonesia mendapatkan bagian 20 persen dari total seluruh pembiayaan yang ada sebagai mitra utama.

Pesawat jet tempur KF-21 yang dari awal direncanakan untuk menjadi tulang punggung dari Angkatan Darat Republik Korea diprediksi juga akan menjadikan Indonesia dan Korea Selatan menjadi negara dengan julukan Raja Ekspor di Asia.

Hal itu tentu akan didapat jika proyek pesawat jet tempur KF-21 berhasil dilaksanakan.

Baca Juga: Rencana Penerbangan Pertama KF-21 Boramae Indonesia pada 2022 Membuat Korsel Bersitegang

Terlibatnya Indonesia sebagai mitra utama awal pembangunan jet tempur KF-21 ini menjadikan nama Indonesia akan selalu dikenang meskipun hanya bertindak secara mitra.

Jet tempur KF-21 buatan Korea Selatan adalah upaya ambisius untuk industri pertahanan negara yang telah membuat langkah dramatis dalam beberapa dekade terakhir, dilansir dari Zonajakarta.

Seperti yang telah banyak diketahui, Korea Selatan merupakan negara dengan canggihnya pembangunan teknologi yang sangat cepat.

Bahkan tak hanya itu, hubungan Korea Selatan dengan Amerika Serikat yang sangat kuat dapat menjadikan Negeri Ginseng ini mungkin bisa melakukan niat ambisiusnya itu dengan mudah.

Baca Juga: Insinyur Indonesia Kabur Saat Proyek KF-21 Boramae Berlangsung, DAPA: Tak Ada Biaya Kontribusi

Meskipun banyak negara yang mencoba mengembangkan pesawat tempur generasi 4.5-5, tetapi keberadaan Korea Selatan agaknya lebih menguntungkan karena kemitraannya yang erat dan signifikan dengan industri militer pertahanan Amerika Serikat.

Peluncuran prototipe KF-21 pertama pada bulan April oleh Korean Aerospace Industries (KAI) merupakan tonggak utama program pembangunan jet tempur ini.

Disebutkan, program itu akan memakan biaya 8,8 triliun won atau 7,8 miliar dolar, sebelum akhirnya tercetus dimulainya jalur monumental menuju pengujian, evaluasi, dan produksi pesawat Korea Selatan terhadap pesawat tempur pertama yang dikembangkannya dalam negeri.

Dalam hal ini, jika program itu berhasil dan KF-21 berhasil dibuat dengan sukses maka tak menutup kemungkinan Korea Selatan bakal jadi pengekspor terbesar di kawasan Asia.

Baca Juga: Fitur KF-21 Boramae Masuk Iklan Gambar Terkomputerisasi, Ingatkan Proyek Skat Rusia Mikoyan

Kemitraan erat Korea dengan AS akan menjadi faktor kunci dalam membuka penjualan ekspor pertahanan di masa depan untuk program tersebut.

Bukan sekadar asumsi, hal ini bisa dilihat dari jalur yang sama seperti yang telah dilakukan Israel.

Selain itu, KAI juga telah memperoleh kontrak ekspor yang signifikan untuk pelatih dasar turboprop KT-1, bersama dengan T-50 Advanced Jet Trainer (AJT), TA-50 Lead in Fighter Trainer (LIFT) dan pesawat tempur ringan FA-50.

Namun, mendapatkan pelanggan baru untuk mendaftar ke KF-21 akan menjadi permainan bola baru bagi KAI yang memperkirakan pasar ekspor potensial jenis itu pada 600-700 pesawat.

Baca Juga: Fitur KF-21 Boramae Masuk Iklan Gambar Terkomputerisasi, Ingatkan Proyek Skat Rusia Mikoyan

“KF-21 bisa menjadi kesuksesan pasar ekspor bagi negara-negara yang tidak ingin, atau tidak bisa mendapatkan, F-35 dan tidak ingin bergantung pada pesawat tempur AS atau Rusia,” kata Richard Aboulafia, FRAeS, Wakil Presiden, Analisis di Teal Group Corporation.

“KAI perlu mengingat F-35 tetapi juga semua pesaing lainnya. Saya akan mengatakan biaya flyaway berulang unit kurang dari 60 juta dolar adalah kuncinya, bersama dengan biaya operasi dalam kisaran 20 ribu dolar per jam atau kurang.” tambah dia dikutip dari Zonajakarta.com dengan judul Indonesia dan Korea Selatan Bak Dapat Durian Runtuh Jika Proyek KF-21 Boramae Berhasil Terwujud, Ini Alasannya

Seperti yang diketahui, persaingan di pasar pesawat tempur global saat ini dipegang oleh AS, Rusia, dan Prancis.

Hal ini lantas membuat pasar tersebut sulit dimasuki pendatang baru.

Namun demikian, harga KF-21 yang menarik dan peningkatan yang kuat bisa saja membantu KAI membuka pasar ekspor yang menguntungkan.

Baca Juga: Kabar Batalnya Indonesia Soal Perjanjian Pembagian Biaya Jet Tempur KF-21 Boramae Jadi Sorotan

Aerosociety melaporkan bahwa Korea Selatan mengambil pendekatan berbasis ekspor untuk program KF-21 yang mencakup pula kerja sama industri.

Hal ini dapat dibuktikan oleh kemitraannya dengan Indonesia untuk berbagi 20 persen dari biaya R&D sekitar 1,3 miliar dolar antara tahun 2015-2028.

Fase awal kemitraan berjalan lancar sebelum akhirnya tim Indonesia ditarik dari proyek pada Maret 2020 karena tidak membayar iuran dan pandemi COVID-19.

Namun, kedua negara telah melanjutkan kerja sama mereka dalam proyek tersebut dengan staf teknis Indonesia yang kembali ke lokasi pengembangan Sacheon KAI di Gyeongnam pada bulan Agustus.*** (Intan Safitri/Zona Jakarta)

Editor: Shofia Munawaroh

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler