Ketakutan Besar Hantui Korea Selatan Jika Indonesia Batalkan Pembiayaan Proyek KF-21 Boramae

16 Oktober 2021, 17:20 WIB
Ilustrasi jet tempur/Pembayaran Indonesia pada proyek KF-21 Boramae yang tertunda membuat Korea Selatan dihantui ketakutan besar. /Pixabay/12019

RINGTIMES BANYUWANGI – Kabar batalnya Indonesia dalam pembayaran iuran pesawat jet tempur KF-21 Boramae membuat Korea Selatan ketar ketir dan ketakutan.

Setelah hampir 10 tahun penantian, Korea Selatan akhirnya meluncurkan jet tempur buatan dalam negeri mereka sendiri, Korea Aerospace Industry Ltd (KAI)  pada Jumat, 9 April 2021.

Pesawat jet tempur yang diluncurkan tersebut adalah jet tempur KF-21 Boramae hasil kerjasamanya dengan Indonesia.

Kecanggihan dari pesawat jet tempur KF-21 Boramae ini melebihi pesawat jet tempur milik Indonesia yang pernah ada sebelumnya seperti Sukhoi dan F-16.

Baca Juga: Indonesia Dianggap Gagal Karena Tak Biayai Proyek KF-21 Boramae, Korea Selatan Agendakan Negosiasi

Yang lebih menakjubkan lagi yaitu rencana penerbangan pertama yang akan dijadwalkan pada tahun 2022 nanti, seperti dikutip dari Zonajakarta.

Namun, ada masalah antar kedua belah pihak yaitu Indonesia dan Korea Selatan yang nampaknya kini sedang membuatnya sedikit menghambat proses pelaksanaannya.

Masalah tersebut terkait dengan regulasi komitmen keuangan Indonesia yang tersendat.

Dalam hal keuangan dan pembiayaan proyek KF-21 Boramae ini, Indonesia mendapatkan bagian 20 persen dari seluruh total pembiayaan program.

Baca Juga: Indonesia dan Korea Selatan Akan Jadi 'Raja Ekspor di Asia' Jika Proyek KF-21 Sukses Terlaksana

Namun Indonesia baru sanggup membayar seperempatnya saja, hal ini seperti dilansir dari Zonajakarta melalui situs Aviasi Online.

Menurut Donga, Media Korea Selatan menilai bahwa royek KF-21 Boramae in pun akan terancam terhambat dan gagal akibat telatnya pembiayaan dari Indonesia serta komitmen yang telah disepakati bersama.

Dalam hal ini, Donga juga menyebutkan bahwa dari kesepekatan yang ada, Indonesia sudah menunggak selama lima bulan lamanya.

"Meskipun Indonesia telah menandatangani kesepakatan akhir mengenai pembagian biaya dengan pemerintah Korea Selatan, Indonesia belum mengambil langkah untuk menerapkan kesepakatan tersebut selama lebih dari lima bulan," tulis Donga.

Kang Dae Shik, oposisi utama Partai Kekuatan Rakyat dari Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan mengungkapkan kalau Indonesia telah menyelesaikan penyusunan perjanjian akhir melalui konsultasi tingkat kerja dengan DAPA setelah Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Kunjungan Prabowo ke Korea Selatan pada bulan April.

Baca Juga: Rencana Penerbangan Pertama KF-21 Boramae Indonesia pada 2022 Membuat Korsel Bersitegang

Perjanjian tersebut meminta pengurangan porsi kontribusi Indonesia untuk proyek tersebut, penyesuaian metode pembayaran dan perpanjangan jangka waktu pembayaran.

Lima pertemuan konsultatif tingkat kerja antara kedua negara diikuti setelah Presiden Indonesia Joko Widodo menuntut negosiasi untuk menyesuaikan kontribusi Indonesia untuk proyek tersebut dengan mengutip kesulitan ekonomi pada 2018.

Indonesia awalnya setuju untuk membayar 1,7338 triliun won (sekitar 1,45 miliar dolar AS), tetapi belum membayar 704,1 miliar won (589 juta dolar) dari total utangnya sebesar 931,3 miliar won (779 juta dolar) hingga paruh pertama tahun ini.

Tak hanya itu, menyusul pembayaran Indonesia yang menunggak ini, DAPA pun berencana untuk mengadakan pertemuan tingkat kerja keenam untuk memulai implementasi dari kesepakatan yang telah diselesaikan, tetapi Indonesia menunda menyetujui kesepakatan tersebut dengan alasan pandemi COVID-19 dan proses peninjauan tingkat kerja internal.

Baca Juga: Insinyur Indonesia Kabur Saat Proyek KF-21 Boramae Berlangsung, DAPA: Tak Ada Biaya Kontribusi

Dalam hal ini, Korea Selatan bahkan mengirim lima surat yang meminta diadakannya pembicaraan tingkat kerja sejak April.

"Badan Korea Selatan telah mengirim lima surat yang meminta diadakannya pembicaraan tingkat kerja sejak April," tulis Donga.

Indonesia pun mengirimkan balasan dan menginformasikan niatnya untuk mengadakan pertemuan konsultatif tingkat kerja pada akhir Juli.

Namun demikian, rencana itu pun belum ada tindakan.

Pihak oposisi mengatakan pemerintah Korea Selatan hanya terlibat dalam negosiasi pasif.

Baca Juga: Proyek KF-21 Boramae Terancam Gagal, Korea Selatan Cemas Anggaran Indonesia Terkuras

Hal ini pun hanya akan jadi hambatan atau kemungkinan keterlambatan dalam pengembangan jet tempur akibat tidak dibayarnya kontribusi.

"Sesuai dengan prinsip dan akal sehat, satu pihak tidak boleh dipaksa untuk membuat konsesi sepihak. Kita harus membawa situasi yang saling menguntungkan,” kata Kang.

Sebelumnya, rencana Indonesia membeli jet tempur Rafale Prancis, cukup membuat Korea Selatan harap-harap cemas, dilansir dari Zonajakarta.com dengan judul Pantas Ketakutan, Jika Indonesia Batal Bayar Iuran Pesawat KF-21 Boramae, Korea Selatan Akan Alami Kesia-siaan

Ketakutan besar rupanya menghantui pemerintah Korea Selatan jika Indonesia jadi beli jet tempur Prancis, Rafale dan meninggalkan proyek KF-21 Boramae.

Dikutip Zonajakarta.com dari Koreajoongangdaily, Indonesia adalah satu-satunya investor asing utama dalam proyek KF-21 Boramae, membayar 1,6 triliun won ($ 1,4 miliar), atau 20 persen, dari label harga pengembangan 8,5 triliun won.

Indonesia pada akhirnya akan menerima 50 dari total 170 jet.

“Pemerintah cemas bahwa Indonesia sedang mengkaji rencana untuk mengakuisisi jet tempur Dassault Rafale Prancis,” kata sumber itu. “Jika Indonesia melepaskan perannya dalam mendanai KF-21, pemerintah dapat menutup kekurangan anggaran yang dihasilkan, tetapi itu akan membuang air dingin pada rencana ekspor," tulis artikel terbitan Koreajoongangdaily pada Kamis, 1 Juni 2021 lalu.*** (Zulaika Rizkia/Zona Jakarta)

Editor: Shofia Munawaroh

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler