RINGTIMES BANYUWANGI - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dikabarkan akan menggelar rapat darurat untuk membahas soal invasi yang dilakukan Rusia pada Ukraina pada Senin, 28 Februari 2022.
Sebelumnya, PBB akan mengadakan pemungutan suara pada Minggu, 27 Februari 2022 waktu setempat.
Dibutuhkan setidaknya 9 suara dukungan dari negara anggota PBB untuk menggelar rapat darurat tersebut.
Rencana diadakannya rapat darurat tersebut muncul setelah Rusia memveto draf Revolusi Dewan Keamanan PBB.
Dalam hal ini, terhitung sebanyak 10 kali PBB mengadakan rapat darurat sejak tahun 1950.
Artikel ini sebelumnya pernah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul: Buntut Rusia Invasi Ukraina, PBB Gelar Rapat Darurat
Rapat darurat ini dinilai akan membuat Rusia menyesal karena telah melakukan invasi ke Ukraina.
China, India dan Uni Emirat Arab memilih abstain atau tidak memberikan suaranya. Di sisi lain, 11 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya memilih mendukung penjatuhan resolusi tersebut kepada Rusia.
Baca Juga: Sudah Berlangsung Selama 4 Hari Sejak 24 Februari 2022 lalu, Ini 5 Alasan Rusia Serang Ukraina
Resolusi Dewan Keamanan PBB tidak bersikap mengikat namun membawa beban politik.
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya sedang berusaha mencari dukungan agar Rusia bisa terisolasi secara internasional.
Pada Sabtu, 26 Februari 2022, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres sempat berbicara dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Mereka membahas rencana untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Ukraina.
"Dia memberi tahu Presiden (Ukraina) bahwa PBB akan meluncurkan permohonan untuk mendanai operasi kemanusiaan di Ukraina pada hari Selasa nanti,” kata juru bicara PBB sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters pada Minggu, 27 Februari 2022.
Kepala bantuan PBB, Martin Griffiths mengatakan bahwa lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekira Rp14,33 triliun akan dibutuhkan untuk operasi bantuan di Ukraina selama 3 bulan ke depan.
Uang sebanyak itu dibutuhkan mengingat ratusan ribu orang telah mengungsi akibat invasi Rusia ke Ukraina.
"Kami akan membutuhkan uang tunai untuk pengiriman bantuan. Kami akan menggunakan uang tunai tersebut dengan hati-hati," tuturnya.*** (Hilmy Farhan/Pikiran-Rakyat.com)