Akibatnya, ISB menyumbang hampir setengah dari total utang luar negeri Sri Lanka. Penurunan tajam dalam harga pasar obligasi ini diikuti dengan pengumuman Sri Lanka hari Selasa tentang default pada utang luar negerinya.
“Gagal bayar suatu negara adalah suatu tindak kejahatan namun tak dapat dihindarkan untuk meyakinkan IMF di kemudian hari,” Ujar Sarvananthan.
Lanjut Sarvananthan, Negara sudah pusing dengan urusan ketidakstabilitasan politik ditambah dengan protes publik yang meluar dan terus-menerus di seluruh daerah.
Pemotongan pajak
Baca Juga: 15 Paspor Terkuat di Dunia, Peringkat Berubah Akibat Perang Rusia Ukraina
Baru-baru ini, pemerintah Sri Lanka menawarkan pemotongan pajak pertambahan nilai dan pendapatan yang tidak diterima oleh Wajib Pajak. Namun, kebijakan ini justru menghilangkan pendapatan pemerintah secara ekstrim.
Akibatnya, Rupee Sri Lanka mulai tergelincir. Ditambah dengan kondisi tidak adanya cadangan kas yang diperlukan, Sri Lanka harus merelakan rupee jatuh bebas pada awal Maret.
“Suku bunga harus ditingkatkan karena untuk menghentikan kenaikan yang semakin besar dalam kondisi inflasi seperti ini. Bahkan, bulan April diprediksi akan naik sebesar 20%, bahkan 30% untuk bahan makanan,” kata Sarvananthan.
Baca Juga: Pernyataan Berbahaya NATO, Buat Perang Rusia-Ukraina Terancam Meluas Hingga ke Eropa
Bank Sentral Sri Lanka akhirnya menaikkan suku bunga sebesar 7 persen.