Shifting Segera! Dari Berkompetisi Antar Sekolah Menjadi Kolaborasi

4 September 2021, 16:50 WIB
Mari segera melakukan shifting, dengan merubah dari yang sebelumnya berkompetisi antar Sekolah, ubah menjadi kolaborasi. /Tangpakan layar instagram @ditjen.gtk.kemdikbud

RINGTIMES BANYUWANGI - Sebut saja ada sebuah sawah seluas 1000 meter persegi, ia termasuk sangat subur dan tanaman padi yang tertanam diatasnya bertumbuh sehat.

Tapi, bisa dibayangkan bagaimana jika lahan itu berada di luasan sawah yang lebih besar yang tidak subuh dan banyak terjangkit hama. 

Pertanyaan besarnya, akankah sawah yang subur itu mampu bertahan atau sebaliknya ia akan terpengaruh menjadi berkebalikannya? 

Baca Juga: Antara Strategi dan Taktik, Mana Pilihan Terbaik Sekolah?

Tentunya, besar kemungkinan pengaruhnya akan lebih besar ke arah negatif. Betulkan?

Seperti itulah gambaran pentingnya membuat komunitas yang sehat baik fisik maupun psikis.

Sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas tak mampu berdiri sendiri, ia butuh di dukung oleh lembaga lainnya.

Jikapun tidak dalam bentuk dukungan formal, dukungan informal berupa menjaga kesehatan lingkungan dari polusi kenakalan dan semua suasana negatif lainnya bisa cukup membantu.

Baca Juga: Kita Semua Menjalankan Peran ini, Menjadi Guru Sebelum Segala Sesuatu

Penulis menyebut fenomena ini dengan kata Kolaborasi.

Meski semua bersepakat bahwa kolaborasi akan memberikan dampak positif tapi tidak semua mampu melaksanakannya di tataran lapangan.

Contoh kecilnya, berbagi metode manajemen kelembagaan, bagaimana mengelola sebuah lembaga pendidikan yang baik, dan menghasilkan output terbaik.

Seperti itulah gambaran pentingnya membuat komunitas yang sehat baik fisik maupun psikis.

Baca Juga: Abai Membangun Branding, Sebabkan Mundurnya Kualitas Sekolah

Sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas tak mampu berdiri sendiri, ia butuh di dukung oleh lembaga lainnya.

Jika pun tidak dalam bentuk dukungan formal, dukungan informal berupa menjaga kesehatan lingkungan dari polusi kenakalan dan semua suasana negatif lainnya bisa cukup membantu.

Adanya kemalasan ini salah satunya dikarenakan masih ada frame berfikir, "saya harus menang dan kamu harus kalah".

Bukan sebaliknya, "untuk menjadi menang, saya harus membantu kamu menang".

Baca Juga: Pentingnya Sebuah Branding bagi Sekolah, Mengapa?

Spirit kolaborasi yang cenderung menurun akan berdampak pada penurunan kualitas secara kolektif, namun disisi lain ia mampu mengangkat kualitas secara sporadis, yakni hanya lembaga itu dan itu saja yang muncul terbaik.

Tantangan besarnya memang disana, ketika mampu meletakkan ego sektoral kelembagaan dan menggantinya dengan kesadaran bersama untuk maju.

Dalam konteks kelembagaan, ruang kolaborasi bisa masuk di ranah pengelola lembaga, yayasan dan juga dilevel tenaga pendidik dan kependidikan.

Apapun, model dan ruang yang dipilih untuk kolaborasi, semua mensyaratkan kesepaham bersama bahwa ini adalah pilihan terbaik melaju lebih kuat dan jauh untuk lembaga pendidikan terbaik.

Baca Juga: Merubah Cara Pandang, Strategi Tepat Sekolah Memenangkan Pandemi

Sekarang, bagaimana memulainya? Setelah kesadaran bersama untuk tumbuh terbaik bersama sudah ada.

Maka, lanjutkan ini dengan duduk bersama membicarakan kebutuhan masing-masing lembaga, dan rangkai dengan mengkomunikasikan di dalm satu forum bersama.

Ada kekikukan bisa jadi, tapi proses sharing ini butuh terus dilakukan. Terkomunikasikannya kebutuhan ini, diikuti oleh saling berbagi solusi antar lembaga yang sudah terkolaborasikan itu.

Baca Juga: Memahami Level Energi Sekolah dari Riset 20 Tahun Peneliti Barat

Lembaga A ternyata membutuhkan sebuah sistem pembinaan mental karakter peserta didik.

Sumber daya manusia dan sistem tata alur kurikulum untuk mendukung kebutuhan itu belum dimiliki.

Sedang disisi lain, lembaga B memiliki sumber daya baik manusia maupun sistemnya. Kolaborasi bekerja diruang ini, saling berbagi saling mengisi. 

Penutup, ada saat lembaga pendidikan akan kalah dengan pesatnya kebutuhan masyarakat bertumbuh dan masyarakat mampu secara mandiri memenuhi kebutuhannya tanpa menggunakan jasa lembaga pendidikan.

Artinya, inovasi dan perbaikan kualitas wajib terus dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Selamat berproses, selamat berkolaborasi.***

Mas Rofi'

CEO SmartGen Indonesia

Praktisi School Branding Strategy

Certified ESQ 3.0 Coach

Penulis Buku SBS 2020

Editor: Shofia Munawaroh

Tags

Terkini

Terpopuler