Biografi D.N Aidit dan Sejarah Partai Komunis Indonesia

30 Juli 2020, 08:00 WIB
ILUSTRASI palu arit PKI.* /Pixabay/

RINGTIMES BANYUWANGI - Dipa Nusantara Aidit adalah pemimpin senior Partai Komunis Indonesia. Lahir pada 30 Juli 1923 dengan nama Ahmad Aidit di Pulau Belitung. Ia akrab di panggil Ahmad oleh orang-orang yang dekat dengannya.

Saat kecil Aidit dididik dengan pendidikan Belanda, namun ayahnya terlibat aktif dalam perjuangan melawan pemerintahan kolonial Belanda.

Saat dewasa Aidit memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta, ia sempat mendirikan perpustakaan "Antara" dan melanjutkan pendidikannya di sekolah dagang (Handell School).

Baca Juga: Ridwan Kamil Terharu Melihat Para Guru Sujud Syukur Dihadapannya

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari berbagai sumber, Aidit mulai belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang akhirnya berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).

Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.

Pada tahun 1948, Aidit masuk dalam Komisi Penerjemah PKI, yang berugas untuk menerjemahkan Manifest Partai Komunis karya Karl Marx dan Friedrich Engels.

Baca Juga: Kondisi Siaga, Sekitar 260 Kapal China Terpantau di Perairan Amerika Latin

Aidit terpilih menjadi anggota Central Comittee PKI pada kongres PKI tahun 1948. Aidit juga terpilih menjadi Sekretaris Jenderal PKI.

Dibawah kepemimpinan Aidit, PKI menjadi partai komunis terbesar setelah Uni Soviet dan Cina. Pada masa Aidit juga, PKI mempunyai program  untuk segala lapisan masyarakat seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Lekra.

Berkat kerja kerasnya itu, Aidit berhasil membawa PKI menjadi partai dengan suara terbanyak ke empat pada pemilu 1955.

Baca Juga: Sri Mulyani Punya Enam Rumah Hingga di AS, Segini Total Kekayaan Lainnya

PKI berhasil memperoleh 16,36 suara dan mendapatkan 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante.

Sejak menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia, PKI mulai berani mempengaruhi Soekarno dalam setiap kebijakannya, salahsatunya meminta Bung Karno untuk memberangus partai Masyumi dan memfitnah para jenderal TNI AD.

Puncaknya terjadi pada 39 September 1965. Sekelompok prajurit dibawah pimpinan Letkol Untung menyerbu rumah jenderal yang mereka tuduh makar, ketujuh jenderal itu di bunuh dan mayatnya di buang ke dalam sumur di Lubang Buaya.

Baca Juga: Kriminolog UI: Bunuh Diri Yodi Prabowo Diduga Hanya Pengalihan Motif Pembunuhan

Dalam lima hari, pemberontakan berhasil diredam. Di bawah Mayjend Soeharto, sisa-sisa pemberontakan di buru ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang di duga otak Gerakan 30 September (G30S) PKI.

Setelah menghilang akhirnya keberadaan Aidit terdeteksi oleh pasukan TNI AD, Aidit di beri waktu 30 menit sebelum di eksekusi.

Aidit membuat pidato berapi-api yang membuat para TNI tidak bisa mengendalikan emosi dan  akhirnya menembaknya hingga mati.***

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler