Desas-desus G 30S PKI Sebagai Tanda Strategi Pemerintah untuk Gulingkan Soekarno dari Jabatannya

28 September 2020, 21:00 WIB
Kesemrawutan Fakta-fakta G 30 S PKI /Zonapriangan.com/Pikiran-rakyat.com

RINGTIMES BANYUWANGI – Gerakan 30 September atau lebih dikenal dengan G 30S PKI hingga saat ini masih menjadi misteri bagi seluruh rakyat Indoensia. Mungkin saja, beberapa orang yang menjadi akar dan otak dibalik tragedi ini masih menyimpan sejarah misteri.

Lima puluh tahun telah berlalu, akan tetapi belum ada dan tidak pernah ada yang selesai mengusut tragedi mengerikan ini.

Dibeberapa wilayah di Indonesia terdengar desas-desus bahwa para Panglima Jenderal akan Membentuk Dewan Jenderal. Pembentukan Dewan Jendral dilakukan untuk menggulingkan jabatan Soekarno, di saat Bung Karno sedang sakit parah.

Tragedi G30S yang terjadi pada tanggal 1 Oktober dini hari, menjadi tanda bergesernya rezim dari Orde Lama ke Orde Baru. Tragedi ini diawali dengan penculikan beberapa perwira tinggi militer dari Angkatan Darat seperti  Jenderal Abdul Haris Nasution, Letjen Ahmad Yani, Mayjen R. Suprapto, dll.

Dilansir dari berbagai sumber, operasi G 30S ini telah menculik beberapa jenderal dan hanya menyisakan seorang jenderal senior Angkatan Darat yang tidak menjadi sasaran penculikan ialah Mayor Jenderal Soeharto.

Baca Juga: Tewaskan Belasan Tentara, Hubungan Antara Armenia dan Azerbaijan Memanas

Suatu keganjilan yang terjadi pada masa G30S saat mereka tidak menetralisir Kostrad, barangkali karena Kostrad bukanlah merupakan instansi militer utama di Jakarta.

Pada Pukul 07.15 WIB Letkol Untung mengumumkan Dekrit Nomor 1 Dewan Revolusi di siaran RRI Studio Jakarta. Isi Dekrit itu tentang berlangsunya gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota Dewan Jenderal.

Selanjutnya tentang telah di bentuknya Dewan Revolusi Pusat dan Daerah  oleh G 30S, dan pengumuman tentang telah demisionernya kabinet dwikora dan menyatakan bahwa Dewan Revolusi merupakan sumber dari semua kekuasaan yang ada dalam Negara Republik Indonesia.

Mayjen Soeharto selaku pangkostrad mengambil langkah strategis dengan merebut RRI dari tangan pelaku G30S dan menguasai media cetak serta media elektro seperti Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pengambilalihan itu dilakukan untuk keperluan agitasi dan provokasi guna menghancurkan PKI dan menggulingkan Presiden Soekarno.

Setelah pukul 21.00 WIB pada 1 Oktober 1965 RRI telah dikuasai oleh Soeharto sekaligus memberikan pidato singkat dan memberitakan pengambilalihan kepemimpinan TNI-AD melalui pengertian bersama antara AD, Angkatan Laut, dan Kepolisian untuk menghancurkan G 30S.

Baca Juga: Cek Sekarang, Berikut Cara Baru Daftar Online Bantuan UMKM Rp2,4 Juta

Selanjutnya, kudeta G 30S 1965 pada akhirnya dapat ditumpas bersih oleh pasukan militer di bawah komando Pangkostrad Mayjen Soeharto, masa ini disebut dengan ‘gestapu’.

Usai kudeta Gerakan 30 September ini, beberapa upaya pendoktrinan terus dilakuakan leh TNI, Kostrad, dan Resimen pada komando Angkatan Darat untuk melakukan pembalasan terhadap PKI dan undergrownnya.

Dimulai dari beredarnya foto-foto para jenderal yang terbunuh diberitakan melalui media massa dengan komentar bahwa penganiayaan dan pembunuhan terhadap para jenderal merupakan perbuatan underbow PKI seperti Gerwani dan Pemuda Rakyat.

Publikasi yang dillakukan merupakan salah satu upaya propaganda militer yang dikomandoi Pangkostrad Mayjen Soeharto. Hingga rezim Soeharto mengklaim bahwa PKI bertanggung jawab atas Gerakan 30 September.

30 juta lebih anggota bertanggung jawab atas tragedi mengerikan di Indonesia dan juga menjadi perhatian dunia waktu itu.

Namun, istilah PKI terus digunakan untuk menggiring opini masyarakat agar percaya bahwa bukan hanya tiga juta lebih anggota partai yang bertanggung jawab. Selanjutnya, siapa saja yang berhubungan dengan PKI di tumpas sampai ke akar-akarnya. *** 

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Tags

Terkini

Terpopuler