Tan Malaka, Pahlawan Republik yang Terlupakan

- 31 Juli 2020, 07:00 WIB
/

RINGTIMES BANYUWANGI - Tan Malaka lahir dengan nama Sutan Ibrahim di nagari Pandam Gadang Suliki Sumatera Barat pada 2 Juni 1897.

Ibrahim dilahirkan dari pasangan HM Rasad dan Rangkayo Sina yang berlatar belakang agamis dan disegani di daerahnya karena merupakan keluarga terpandang.

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari berbagai sumber, Ibrahim mendapat gelar Datuk Tan Malaka saat berusia 16 tahun, saat itu ia diberi dua pilihan oleh keluarganya, di beri gelar Datuk atau dinikahkan dengan perempuan pilihan keluarganya.

Baca Juga: Terkait Rencana Pembubaran Lembaga Negara Jilid 2, Secara Buka-bukaan Tjahko Kumolo Beri Isyarat

Akhirnya Ibrahim memilih gelar Datuk daripada harus dijodohkan dengan wanita pilihan keluarganya sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tan Malaka.

Meskipun diangkat menjadi Datuk, pada bulan Oktober 1913 ia meninggalkan desanya untuk belajar di Rijkskweekschool Belanda.

Di Belanda inilah ia mulai berkenalan dengan pemikiran sosialisme dan komunisme lewat karya Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, dan lain-lain yang pada intinya menawarkan kesetaraan hak ekonomi bagi masyarakat.

Setelah menyelesaikan studi di Belanda, Tan Malaka menjadi seorang guru Bahasa Melayu untuk anak-anak buruh perkembunan teh dan tembakau di Sanembah, Sumatera Utara.

Baca Juga: Terkuak, Inilah Motif Brigjen Prasetijo Bantu Pelarian Djoko Tjandra

Pengalaman mengajar inilah yang menjadi inspirasi pertama Tan Malaka untuk memperjuangkan hak rakyat dari bentuk kolonialisme Belanda.

Berbekal dari semangat membela kaumnya ini, serta pengetahuan sosial politik yang dia pelajari selama di Eropa, Tan Malaka memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).

ISDV sendiri sebetulnya adalah organisasi yang dibentuk oleh para anggota partai buruh di negeri Belanda tahun 1914 yang bermukim di wilayah Hindia Belanda.

Tan Malaka sudah tidak tahan melihat penderitaan para buruh, ia memutuskan pindah ke Jawa dan ikut berjuang bersama Perserikatan Komunis Hindia (PKH) hasil bentukan Sarekat Islam (SI) dengan ISDV.

Baca Juga: Selama PJJ di Tengah Pandemi, Nadiem Sebut Dana BOS Boleh untuk Beli Kuota Internet

Di Semarang, Tan Malaka dipercaya untuk merintis Sekolah Rakjat untuk menjadi guru sekaligus kepala sekolah di Semarang.

Berkat dedikasinya pada PKH akhirnya Tan Malaka diangkat menjadi ketua PKH pada tahun 1922, ketika mengetuai PKH, Tan Malaka memimpin mimpin gerakan aksi demonstrasi para buruh dan pedagang kios pegadaian.

Berbagai halangan dan rintangan yang dihadapi Tan Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaanIndonesia, mulai dari penangkapan di Kupang, pengusiran dari negara Indonesia, dan seringnya konflik dengan Partai Komunis Indonesia

Tan Malaka juga pernah dituduh sebagai dalang dibalik penculikan Sutan Sjahrir pada bulan Juni 1946.

Berbagai peran pentingpun diraih Tan Malaka, diantaranya kepemimpinan dalam berbagai organisasi dan partai.

Baca Juga: Dalam Operasi Benteng di Johor, 42 WNI Ditangkap Pasukan Markas Infanteri Malaysia

Sempat mendirikan partai PARI pada tahun 1927 dan Partai Murba pada tahun 1948, hingga mendirikan sekolah serta mengajar di China pada tahun 1936 dan sekolah tinggi Singapura.

Ada hal yang sangat penting dalam kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945,dimana peranan Tan Malaka dalammendorong para pemuda yang bekerja di bawah tanah masa pendudukan Jepang agar mencetuskan "Revolusi" yang tepatnya pada tanggal 17 Agustus.

Tan Malaka terbunuh di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1949. Sebagian besar hidupnya dalam pengusiran dan pembuangan di luar Indonesia.

Pemerintah Indonesia menyatakan Tan Malaka sebagai pahlawan Nasional melalui Ketetapan Presiden RI no 53 tanggal 23 Maret1963.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x