Ekonom INDEF, Motif Terlihat Jelas di Tengah Pandemi Covid-19

4 Juni 2020, 17:30 WIB
PENGAMAT ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira menyebut tafsus milenial tidak prograsif, bahkan tak ada suara untuk program kartu prakerja.* /Kolase Dok. Pribadi/Bhima dan Instagram/@delvabevara

RINGTIMES BANYUWANGI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekan peraturan yang kontroversial di tengah wabah virus corona COVID-19.

Setelah rencana kenaikan ulang BPJS, Peraturan Pemerintah Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) dikeluarkan oleh pemerintah pada Selasa 2 Juni 2020.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, PP No. 25 Tahun 2020 itu merupakan jaminan penyediaan rumah layak huni bagi pekerja di Indonesia.

Baca Juga: Viral, Lagu 'Keke Bukan Boneka' Bisa Kena Denda Miliaran Rupiah

Pengelolaan dari dana tabungan tersebut akan dikelola oleh pemerintah melalui Badan

Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Sayangnya, penerbitan peraturan di tengah krisis seperti ini malah menimbulkan banyak kecurigaan.

Baca Juga: Akibat COVID-19 Kematian Perawat Melonjak Lebih dari Dua Kali Lipat

Apalagi, baik pengusaha maupun pekerja sedang kalang kabut karena roda ekonomi sebagian besar berhenti selama pandemi COVID-19.

Ekonom dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Bhima Yudhistira sendiri merasa ada niat terselubung dibalik keluarnya PP Tapera.

"Tapera ini kebijakan yang janggal karena penerapannya justru disaat krisis ekonomi dan pandemi," ujarnya saat dihubungi via aplikasi WhatsApp tim Pikiran-Rakyat.com pada Kamis 4 Juni 2020.

Baca Juga: Nenek Berusia 105 Tahun Asal Surabaya Sembuh dari Virus Covid-19

Berita ini telah terbit di pikiran-rakyat.com dengan judul Kontroversi PP Tapera di Tengah Pandemi COVID-19, Ekonom INDEF: Motif Terselubungnya Kelihatan Jelas

Menurut Bhima, di masa-masa krisis saat ini lebih banyak pekerja yang butuh dibantu karena mengalami potong upah, dirumahkan hingga PHK.

"Apalagi ada pasal sanksi administratif berupa denda yang memberatkan pengusaha," imbuh Bhima.

Ia curiga dengan salah satu pasal yang menyebutkan bahwa dana kelolaan di BP Tapera bisa dialihkan pada utang.

Baca Juga: Aksi Heroik Ahmad Arifin Diacungi Jempol Polresta Banyuwangi

"Sementara itu, motif terselubungnya kelihatan jelas di pasal 27 dalam PP Tapera bahwa dana bisa diinvestasikan ke surat utang pemerintah," tuturnya.

"Berarti pekerja diminta secara tidak langsung iuran untuk beli SBN," katanya lagi.

Bhima menduga pemerintah sedang mencari akal untuk menutup defisit anggaran negara selama pandemi COVID-19.

Baca Juga: Zona Biru!, Kini Kabupaten Garut Mulai Lakukan Adaptasi Kebiasaan Baru

"Ini dilakukan karena pemerintah sedang cari sumber pembiayaan baru ditengah pelebaran defisit anggaran," lanjut Bhima.

Masalahnya, kata dia, kebijakan ini telah dibekingi oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 Tahun 2020.

Ditambah lagi, perpu kontroversial tersebut sudah menjadi undang-undang (UU) yang sangat kuat pada pertengahan Mei 2020 silam.

Baca Juga: Autopsi: Tim Medis Temukan George Floyd Positif Cpvid-19 Sejak April

Padahal, sangat banyak pakar yang berkali-kali menolak dan menyebut aturan tersebut 'otoriter'.

"Ada pasal (dalam Perpu) soal pemerintah boleh memanfaatkan dana kelolaan untuk pendanaan stimulus," jelasnya.Ini kelihatan sekali motifnya," pungkas Bhima.

Editor: Galih Ferdiansyah

Sumber: Pikiran-Rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler