Omnibus Law, Kepentingan Siapa

- 7 April 2020, 10:30 WIB
Siluet Tony Rosyid.*/
Siluet Tony Rosyid.*/ /Hajinews

Oleh: Tony Rosyid*

Dalam buku berjudul “Conflict and The Web of Group Affiliations”, George Simmel membuat teori bahwa keberadaan seseorang, bagaimana dia berpikir dan bertingkat laku akan dipengaruhi oleh keanggotaannya dalam sebuah kelompok.

Perintis mazhab interaksionisme simbolis ini ingin mengatakan bahwa sikap, perilaku, cara berpikir, kepentingan dan keberpihakan seseorang akan ditentukan oleh keanggotaan di dalam kelompok.

Dalam konteks Omnibus Law Cipta Kerja, pengusaha tetap satu suara dalam kata “setuju” . Lalu berhadapan dengan buruh di sudut yang berbeda.

Baca Juga: Jangan Remehkan Penyakit Jantung Coroner

Pengusaha dan buruh, atau dalam bahasa Marx, borjuis dan proletar selalu berada di dalam kutup kepentingan yang berbeda.

Pengusaha ingin “untung besar” dengan mengurangi upah dan hak buruh. Sementara buruh ingin “upah layak” dengan mengurangi keuntungan pengusaha.

Antara pengusaha dan buruh berebut hasil di tempat yang sama. Yaitu di dunia industri dimana kedua kelompok ini sama-sama berada di dalamnya untuk berebut hasil produksi. Dalam konteks ini, siapa pemenangnya?

Baca Juga: Safrizal : Ekonomi Mikro Rentan Terkena COVID-19, Pemda Lakukan Relaksasi Dunia Usaha

Di negara modern seperti Amerika, Eropa, Australia, Jepang dan Korea Selatan, negara hadir untuk melindungi kepentingan buruh. Regulasi dibuat agar buruh mendapatkan kelayakan upah. Upah yang tidak hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari, tapi juga cukup untuk biaya pendidikan, berlibur dan memenuhi kebutuhan pengembangan diri.

Halaman:

Editor: Dian Effendi

Sumber: hajinews.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x