Merekam Jeritan Luka di Era Pandemi Covid-19

- 10 April 2020, 21:08 WIB
/Denny JA

Sejarah penghargaan Oscar sendiri mencatat 12 film yang pernah mendapatkan penghargaan film terbaik, yang merekam drama zamannya.

Kedua belas film itu berkisah drama tragedi di zaman perang. Antara lain film The Hurt Locker (2009), The English Patien (1996), Braveheart (1995), Platon (1986), The Deer Hunter (1976), dan sebagainya. (12)

Baca Juga: Bimbo Ciptakan Lagu Berjudul Corona 30 Tahun Lalu, Benarkah?

Tragedi pandemi Covid-19 juga menjadi samudera aneka kisah. Reportase media hanya mampu melukiskan secara umum data, nama dan peristiwa.

Sisi batin sebuah tragedi lebih mampu direkam oleh medium fiksi. Luka dan harapan lebih bisa diungkap melalui sastra, film dan lagu; melalui puisi, cerpen dan novel.

Saya pun membaca aneka rekaman batin itu melalui karya sekitar 53 puisi esai mini. Penulisnya cukup beragam, dari Aceh hingga Papua. Diperkaya pula oleh penulis dari negara Asia Tenggara (3).

Baca Juga: Cegah COVID-19, Forpimda Banyuwangi Intensifkan Posko Pantau Pemudik

Di antara mereka, ada yang memang dikenal sebagai penyair. Ada pula aktivis, jurnalis, dosen, bahkan pengusaha.

Untuk berdoa, kita tak perlu harus menjadi ulama atau pendeta. Untuk menulis puisi, kita pun tak perlu menjadi penyair.

Ada yang berkisah tentang pengusaha kecil yang pulang kampung. Hidup di kota di era social distancing membuatnya bangkrut. Tak ia duga, ketika pulang kampung, ia menularkan virus corona kepada keluarga. Kematian demi kematian yang tersayang disaksikannya sendiri.

Halaman:

Editor: Dian Effendi

Sumber: hajinews.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah