Merekam Jeritan Luka di Era Pandemi Covid-19

- 10 April 2020, 21:08 WIB
/Denny JA

Ternyata oh ternyata. Ulama dan Imam besar, Paus, Pendeta, Biksu dihadapan Covid-19 sama juga. Mereka sama tak berdaya. Sama tak bisa merujuk kitab suci untuk memusnahkan virus.

Semua patuh menunggu ilmu pengetahuan. Semua menanti olah labolatorium untuk menemukan obat penawar dan Vaksin.

Virus corona membuka mata kita seterang-terangnya. Bahwa ilmu pengetahuan yang kini menjadi penyelamat.

Umumnya para penulis merekam kisah nyata. Namun kisah itu difiksikan, didramatisasi, agar lebih menyentuh, menghanyutkan.

Baca Juga: Sebabkan Saham Anjlok, ZOOM Dituntut Karena Masalah Keamanan

Puisi esai mini sangat sesuai sebagai medium untuk fiksionalisasi kisah sebenarnya. Drama dan narasi diekspresikan dalam puisi. Tapi kisah yang sebenarnya dijadikan catatan kaki. Ini puisi dengan catatan kaki. (4)

Berbeda dengan puisi esai yang biasa, puisi esai mini ini karakternya tak lebih dari 5.000. Puisi esai yang konvensional itu panjangnya  di atas 10 ribu katakter. Ibarat puisi esai itu novel, puisi esai mini adalah cerpen.

Baca Juga: Erwin Ramdani : Berharap Pandemi Cepat Selesai Sebelum Bulan Ramadhan

Kumpulan puisi esai mini menjadi istimewa, bukan hanya karena ia merekam tema besar tragedi zaman. Namun ia juga bentuk respon kepedulian penyair dan penulis.

Hadiah bagi 50 puisi esai mini yang terpilih, yang akan dilakukan di akhir Mei 2020, sebulan lagi dari waktu tulisan ini dibuat, akan menjadi derma. Semua hadiah itu akan dibelikan APD (Alat Perlindungan Diri) bagi tim medis.

Halaman:

Editor: Dian Effendi

Sumber: hajinews.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah