Sejarah Hari Raya Galungan, Diambil dari Bahasa Jawa Kuno yang Berarti Menang atau Perang

- 16 September 2020, 17:30 WIB
Ilustrasi Hari Raya Galungan.
Ilustrasi Hari Raya Galungan. /Umah Penjor

Ketika Sri Dhanadi mangkat kemudian digantikan oleh Raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka.

Setelah sempat terlupakan kurang lebih selama 23 tahun, barulah Hari Raya Galungan dirayakan kembali.

Keterangan tersebut dapat dilihat pada lontar Sri Jayakasunu.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal IPA SMP pada Materi Ciri-ciri Makhluk Hidup

Dalam lontar tersebut diceritakan bahwa Raja Sri Jayakasunu merasa heran mengapa raja dan pejabat-pejabat raja sebelumnya selalu berumur pendek.

Untuk mengetahui penyebabnya, Raja Sri Jayakasunu mengadakan tapa brata dan semedi di Bali yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya yang artinya mendekatkan diri pada Dewa.

Dewa Sraya tersebut dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih.

Baca Juga: Surat Al Falaq Ayat 1-5 Arab, Latin, dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Karena kesungguhannya melakukan tapa brata, Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik atau ‘bisikan religius’ dari Dewi Durgha, sakti dari Dewa Siwa.

Dalam pawisik tersebut Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Hari Raya Galungan.

Halaman:

Editor: Galih Ferdiansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x