Masyarakat Sudan Lancarkan Aksi Turun Jalan Menentang Kekerasan di Negara Bagian Selatan

18 Juli 2022, 17:10 WIB
ilustrasi demonstrasi Afrika /Fajrul_Falah/

RINGTIMES BANYUWANGI – Sudan tengah dilanda disintegritas, lantaran perang saudara terjadi dimana-mana terutama di Sudan bagian selatan.

Sebagiamana dilansir dari Reuters melaporkan dari Sudan pada 18 Juli 2022, disinyalir hal ini dipicu oleh Kudeta yang dilakukan oleh pihak Militer Sudan pada Oktober 2021.

Buntut panjang dari kudeta Militer Sudan merebut kekuasaan dari pemerintah transisi yang dipimpin oleh Sipil pada Oktober tahun lalu.

Baca Juga: Tak Peduli Virus Corona, Puluhan Ribu Orang di Sudan Lakukan Aksi Demonstrasi

Hal ini menyebabkan munculnya gerakan anti-militer massal yang telah berlangsung selama lebih dari delapan bulan, yang telah melancarkan aksi kampanye protes sejak kudeta 2021 tersebut dengan menuduh Militer sebagai pemicu konflik internal dan gagal melindungi warga sipil.

Masyarakat Sudan dibuat geram sehingga melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di ibu kota Sudan yakni Khartoum pada Minggu 17 Juli  2022.

Ketidakpuasan atas kepemimpiman militer di Negara tersebut dan menganggap pihak tersebut lah yang bertanggung jawab atas pecahnya perang saudara di Negara bagian Blue Nile.

Para demonstran di ibu kota Khartoum membawa spanduk yang bertuliskan, “Hentikan perang saudara”, “Blue Nile Berdarah”, dan “Batalkan perjanjian damai Juba.”

Baca Juga: Ribuan Warga Sudan Menggelar Demonstrasi ditengah Situasi Covid-19

Pada saat long march menuju istana Presiden, disertai dengan tembakan gas air mata oleh aparat keamanan yang sedang menghalau demonstran yang bertindak anarkis.

Terdapat pula pecahnya perang saudara di beberapa Negara bagian Sudan termasuk wilayah pesisir timur dan Darfur barat, meskipun telah disepakati perjanjian damai nasional yang disetujui oleh beberapa kelompok pemberontak di Juba pada tahun 2020.

“Kelanjutan Kudeta berarti lebih banyak kematian seperti yang kita lihat di Blue Nile, Darfur dan tempat-tempat lain”, kata Mohamed Idris (43), seorang demonstran di Khartoum.

Dilaporkan lebih dari 30 orang tewas dan 100 luka-luka dalam bentrokan antar suku yang dimulai sejak pekan lalu antara suku Hausa dan Fung di Negara bagian selatan, dekat dengan perbatasan Ethiopia, menurut pejabat Sudan dan PBB.

Baca Juga: PBB akan Perpanjang Bantuan kepada Suriah 6 Bulan Alih-Alih Tolak Usulan 1 Tahun Rusia

Sebuah pernyataan muncul dari Komite Sentral Dokter Sudan yang menyebut bahwa banyak korban yang tiba di rumah sakit Damazin dan Roseires pada Sabtu 16 Juli 2022 dan mengatakan rumah sakit tersebut tidak dilengkapi peralatan medis yang mumpuni.

Sehingga ia meminta kementrian kesehatan nasional untuk memberikan dukungan secara medis.

Menurut pernyataan dari pemerintah, bentrokan antar suku mulai menyebar mulai Rabu 13 Juli 2022 setelah pembunuhan seorang petani, sebelum aparat keamanan melakukan penangkapan dan pengendalian situasi.

Menyikapi hal tersebut pihak pemerintah telah melakukan penjagaan ketat dengan memberlakukan jam malam di dua kota Negara bagian Blue Nile berdekatan langsung dengan perbatasan Ethiopia, setelah beberapa hari perang saudara berlangsung di mana melaporkan 31 orang tewas.

Para pimpinan militer yang sedang melangsungkan jalannya pemerintahan mengatakan pengambilalihan tersebut diperlukan guna menjaga stabilitas Sudan di tengah konflik politik, dan bahwa mereka bekerja untuk menciptakan kesepakatan damai di kota Darfur dan wilayah lain.***

Editor: Shofia Munawaroh

Sumber: Rueters

Tags

Terkini

Terpopuler