Rafi menambahkan dirinya tidak sama sekali curiga karena melihat karyawan yang bekerja di Nasi Uduk Aceh menggunakan hijab.
Lantas Rafi dan sekeluarga saat itu pulang dan segera mencari sarapan yang lain.
Mengalami kejadian seperti itu, Rafi mengemukakan pendapatnya, bahwa dirinya dan keluarga tidak mempermasalahkan soal makanan mengandung babi atau semacamnya karena menganggap setiap manusia memiliki hak yang harus dilindungi.
Namun kekecewaan Rafi terdapat pada persoalan bahwa menggunakan nama 'Aceh' merupakan kesalahan yang fatal. Pasalnya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki undang-undang tersendiri terkait kekhususan Syariat Islam.
Baca Juga: Kemenag Ogah Sebut Lembaga Pendidikan Khilafatul Muslimin Sebagai Pesantren
Makan demikian, Rafi berpikir bahwa semua orang pasti mengenal masakan Aceh terkenal akan kehalalannya.
Rafi menganggap adanya restoran Nasi Uduk Aceh kurang arif jika masakan Aceh atau merek dagang Aceh disandingkan dengan makanan non halal.
Sebagai penutupan, Rafi menegaskan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan usaha non hala, hanya saya restoran Nasi Uduk Aceh salah menempatkan nama Aceh yang identik dengan keislaman dan kehalalannya.
Rafi kemudian memastikan tindakan restoran Nasi Uduk Aceh tidak akan diterima oleh banyak masyarakat, khususnya masyarakat Aceh.***