Seperti itu gambaran bahasa yang sering digunakan. Apa yang terjadi selanjutnya dengan pola ini?
Yang terjadi hanyalah pemaksaan kehendak pemimpin kepada yang dipimpin. Dan ini lebih dekat pada sosok pemimpin yang meminta dilayani, bukan melayani.
Padahal di sisi lain, hal ini bertentangan dengan makna dasar seorang pemimpin. Yakni pemimpin adalah pelayan bagi umatnya.
Pendekatan terbaiknya justru ada pada pendekatan kultural dimana dialog menjadi panglima tertinggi.
Dari sini dibangun al fahmu atau pemahaman. Lebih banyak mendengar dibanding berbicara.
Baca Juga: Corona dan Jalan Panjang Pendidikan di Indonesia, Mari Siapkan Imunitas Sekolah
Prosesnya memang tak cepat, namun langkah ini mampu menghasilkan pondasi organisasi yang sangat kuat yang akan menjadi pijakan untuk meloncat cepat menuju visi.
Akan hadir rasa memiliki di semua bagian organisasi. Dan jika pun ada perbedaan, semuanya akan bersepakat untuk berkompromi atas pilihan langkah bersama menuju target.
Dipastikan ada masalah dalam organisasi jika langkah yang seharusnya singkron dan searah menuju visi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Kunci penyelesaiannya terletak pada sang pemimpin yang menahkodai.