3 Syarat Utama Pola Terbaik Yayasan dan Kepala Sekolah, Penentu Gagal atau Suksesnya Lembaga Pendidikan

- 7 September 2021, 07:51 WIB
Simak syarat utama dari pola terbaik dalam membentuk Yayasan atau menjadi Kepala Sekolah, penentu gagal atau suksesnya Lembaga Pendidikan.
Simak syarat utama dari pola terbaik dalam membentuk Yayasan atau menjadi Kepala Sekolah, penentu gagal atau suksesnya Lembaga Pendidikan. /pexels.com/@max-fischer

RINGTIMES BANYUWANGI - Seperti satu keping mata uang yang memiliki dua sisi yang saling terkait, inilah gambaran peran yayasan penyelenggara dengan kepala sekolah sebagai pelaksana layanan di lembaga pendidikan, keduanya saling memberikan pengaruh atas kualitas peserta didik sebagai objek semua proses kegiatan belajar mengajar.

Untuk menjadi sukses, ada tiga syarat utama yang wajib ada diantara keduanya; kesediaan untuk berkolaborasi, saling mendukung dan kerelaan untuk terus saling percaya, kondisi ini jika terbangun sangat baik akan menjadi modal yang mampu menghantar semua visi terbaik terwujud, jika di imajinasikan menjadi sebuah bangunan fisik, ia seperti pondasi, makin dalam makin kokoh makin maib untuk menopang bangunan diatasnya.

Dalam tataran prosesnya dilapangan, sering ditemukan setidaknya dua model interaksi yang terjadi antara Yayasan dan Kepala sekolah dengan manajerialnya, pertama model ‘pemiliki bus’ dan yang kedua pola ‘orang tua ke anak’.

Baca Juga: Corona dan Jalan Panjang Pendidikan di Indonesia, Mari Siapkan Imunitas Sekolah

Pemilik bus, yayasan mempersepsikan dirinya layaknya seorang owner, lembaga pendidikan sebagai bus dan kepala sekolahnya adalah supir, guru sebagai kru serta siswa yang dianggap penumpang.

Sebagai pemilik, tentunya sangat butuh untuk mendapatkan profit dari apa yang dimilikinya, sisi negative pola ini adalah, interaksinya berputar pada komunikasi untung rugi secara finansial, biasanya sangat transaksional sekali yang terjadi, semisal sekian persen revenue dari total keuangan menjadi bagian yang disetorkan untuk kebutuhan penyelenggara pendidikan.

Merujuk pada paragrap sebelumnya, hanya sebatas itu saja pola interaksinya, jika terus berulang maka yang terjadi adalah munculnya kekeringan batin diantara semua penggerak pendidikan di sekolah, motivasi yang digunakan sebagai bahan bakar guru mengajar hanya sebatas menyampaikan materi, dan tuntutan kerja saja tanpa melihatnya sebagai tugas mulia mendidik karakter putra-putri terbaik yang dititipkan di sekolah.

Baca Juga: Shifting Segera! Dari Berkompetisi Antar Sekolah Menjadi Kolaborasi

Pola orang tua ke anak, model ini cukup baik jika disimulasikan, yayasan berperan sebagai ayah ibu dan sekolah sebagai anak, secara umum ini lebih baik, meski tetap saja ia bergantung pada kualitas orang tua, namun potensi positif cenderung terjadi disini.

Sekolah bergerak bebas merencanakan visi-visi terbaiknya, sementara yayasan akan menjadi pilar penopang kebutuhan finansial untuk mewujudkan visi tersebut.

Halaman:

Editor: Suci Arin Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x