Rangkaian Peristiwa Konflik Rusia dan Ukraina, antara Romansa Vladimir Putin dan Geopolitik

27 Februari 2022, 10:58 WIB
Ilustrasi gerakan revolusi atas konflik Rusia dan Ukraina. /Matti/Pexels//

RINGTIMES BANYUWANGI - Pada Desember 2021, konflik Rusia dan Ukraina semakin memanas di panggung politik global. 

Tindakan Rusia yang mengerahkan 100.000 pasukan militer di perbatasan Ukraina,  kemudian ditambah lagi hingga menjadi 175.000 pasukan.

Dari tindakan Rusia tersebut langsung ditanggapi beberapa pakar yang mengatakan bahwa ini bisa saja menjadi pemicu Perang Dunia ketiga. 

Baca Juga: Pergerakan Invasi Tak Kunjung Usai, Ukraina Klaim Telah Tembak Jatuh 14 Pesawat dan 8 Helikopter Rusia

Kemudian, pada Jumat, 25 Februari 2022, serangan udara Rusia menghantam kota di Ukraina, setelah keputusan operasi militer Presiden Vladimir Putin diumumkan. 

Lalu bagaimana asal muasal konflik Rusia dan Ukraina yang terus berkelanjutan hingga sampai ini? Serta apa yang sebenarnya diinginkan Presiden Putin? 

Dilansir dari kanal YouTube Ferry Irwandi pada 26 Februari 2022, ada rangkain peristiwa yang menjadi sejarah panjang konflik Rusia dan Ukraina. 

Baca Juga: Pasukan Militer Rusia Hujani Ibukota Ukraina, Kiev dengan Rudal Balistik Tanpa Henti

Di akhir tahun 2021, konflik perang yang saat ini sedang berlangsung bermula dari tuntutan Presiden Putin untuk NATO dan Amerika. 

Adapun kesimpulan isi tuntutan yang diminta Putin sebagai berikut:

1.Meminta NATO untuk berhenti melakukan ekspansi dan menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur. 

2.Meminta Amerika dan NATO menarik semua pasukan dari Eropa Timur, serta berhenti merekrut anggota baru. 

Baca Juga: Tantang Balik Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky: Senjata Kami Adalah Kebenaran

3.Meminta Amerika dan NATO tidak melakukan interferensi dalam bentuk apapun ke Eropa Timur, artinya berhenti untuk ikut campur dalam segala urusan di Eropa Timur. 

Tetapi baik NATO maupun Amerika sudah pasti menolak permintaan Presiden Putin tersebut.

Hal ini karena mereka merasa Rusia tidak berhak mengatur negara yang berdaulat dan merdeka, dan hubungan negara tersebut konsen. 

Sebaliknya, Vladimir Putin tidak bersungguh-sungguh dengan tuntutannya dan bila masih diabaikan, maka Rusia akan mengambil paksa Ukraina dengan melakukan invasi militer. 

Baca Juga: Akar Konflik Rusia dan Ukraina, Serta Tuntutan Presiden Vladimir Putin terhadap NATO dan Amerika

Bahkan lebih dari itu, Putin juga secara tegas menyatakan bahwa Rusia telah siap untuk perang nuklir. 

Lalu mengapa harus Ukraina? Mengapa Presiden Vladimir Putin sangat berhasrat untuk mencaplok negara tersebut untuk kembali ke Rusia?

Dibalik konflik Rusia dan Ukraina, ada rangkaian peristiwa yang menjadi sejarah panjang.

Tepatnya pada 1.500 tahun yang lalu, terdapat kerajaan besar bernama Kievan Rus' yang menjadi cikal bakal bangsa Slavia, seperti Belarus, Ukraina, dan Rusia. 

Baca Juga: Di Tengah Gempuran Invasi Pasukan Militer Rusia, Rakyat Ukraina Menyanyikan Lagu Kebangsaan

Di abad modern, kekaisaran Rusia ini berubah menjadi negara yang kita kenal dengan Uni Soviet yang luas biasa luasnya. 

Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, negara Barat merasa Uni Soviet bisa menjadi ancaman baru dan melakukan invasi besar-besaran ke Eropa dan menguasai seluruh daratan di benua itu. 

Untuk mencegah hal tersebut, tahun 1949 negara-negara di Eropa, Amerika, dan Kanada membentuk sebuah aliansi yang diberi nama NATO, dimana terdapat 12 negara yang menjadi penggagas utamanya. 

Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin Bicarakan Persoalan Ukraina

Sejak saat itulah, muncul gerakan Blok Barat dan Blok Timur, kemudian terjadi Perang Dingin selama berpuluh-puluh tahun lamanya. 

Singkat cerita, pada tahun 1990-1991-an, Uni Soviet pecah menjadi negara baru dan kehilangan beberapa wilayah, termasuk Ukraina. 

Lepasnya Ukraina dari Uni Soviet, membuat banyak menyayangkan hal tersebut, karena bangsa Rusia sendiri berasal dari Kievan Rus' yang ada di kota Kiev, Ibukota Ukraina. 

Baca Juga: Berkorban Demi Negara, Seorang Tentara Ukraina Rela Ledakkan Diri untuk Gagalkan Serangan Rusia

Salah satu yang kecewa yaitu Presiden Rusia kala itu, Mikhail Gorbachev, karena ibunya berasal dari Ukraina. 

Selain Gorbachev, ada lagi seorang intelijen muda berbakat yang memiliki karir cemerlang, yaitu Vladimir Putin. 

Entah mengapa, Vladimir Putin merasakan romansa dengan Ukraina dan berpendapat bahwa bangsa Rusia dan Ukraina sama, jadi harus berada dalam satu negara. 

Baca Juga: Serangan Balik dari Pihak Ukraina, Berhasil Jatuhkan 6 Jet Tempur Milik Rusia

Hasratnya untuk menyatukan kembali Rusia dan Ukraina ini juga telah ditulis berkali-kali oleh Vladimir Putin di dalam papernya. 

Hingga pada akhirnya, Putin berhasil mengumpulkan kekuatan di Rusia, karir yang baik di pemerintahan, menjadi presiden, dan hasrat tersebut masih ada sampai saat ini. 

Oleh sebab itu, konflik dengan NATO dan Amerika yang ingin merekrut Ukraina menjadi anggota, juga menjadi alasan Putin melakukan invasi besar-besaran. 

Baca Juga: Picu Perang Dunia III? Berikut Pendapat Ahli Tarot Terkait Konflik Rusia dan Ukraina

Kembali lagi ke tahun 1990-an, dimana kalau itu Ukraina telah menjadi negara yang merdeka, namun masih belum lepas dari bayang-bayang Rusia. 

Kemudian, tahun 2004 terjadi gerakan revolusi yang dinamakan dengan Revolusi Oranye, dimana rakyat Ukraina berusaha untuk bebas dari bayang-bayang Rusia dan meminta Ukraina menjadi negara yang benar-benar berdaulat atau tidak lagi bergantung dengan Rusia. 

Revolusi Oranye mengantarkan seorang presiden baru di Ukraina bernama Viktor Yushchenko.

Tujuan Viktor yang benar-benar ingin melepas Ukraina dari pengaruh Rusia dan lebih memihak kepada Barat, tidak membuat Rusia nyaman. 

Baca Juga: Dendam Sejak Perang Dunia I Jadi Alasan Kuat Rusia Serang Ukraina?

Kemudian, Rusia pun melakukan berbagai strategi, salah satunya filtrasi politik dalam negeri Ukraina. 

Strategi ini membuahkan hasil, yaitu pada tahun 2010, pemimpin oposisi yang pro Rusia, Viktor Yanukovych terpilih menjadi Presiden Ukraina. 

Namun, sejak Yanukovych terpilih menjadi presiden, hubungan antara Ukraina dengan NATO dan Amerika benar-benar dipenggal. Artinya Yanukovych benar-benar berpihak pada Rusia, dan ini membuat Presiden Vladimir Putin senang. 

Revolusi kembali terjadi tahun 2014, karena rakyat Ukraina tidak senang dengan keberpihakan Viktor Yanukovych pada Rusia. 

Baca Juga: Targetkan Volodymyr Zelensky, Ribuan Pasukan Rusia Berusaha Menembus Ibukota Ukraina, Kiev

Akhirnya, di Ukraina terjadi kekosongan kekuasaan karena gerakan revolusi tersebut, dan ini menjadi kesempatan bagi Rusia untuk mengambil paksa daerah Crimea. 

Selain mengambil paksa Crimea, Rusia juga menyalakan api pemberontakan dengan mendukung penuh kelompok separatis yang berada di Ukraina Timur. 

Masalah geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini cukup serius, bahkan hingga presiden baru Ukraina, Volodymyr Zelensky terpilih.

Baca Juga: Ukraina Nyatakan Darurat Militer Usai Rusia Memulai Penyerangan, Moskow Luncurkan Invasi Skala Penuh

Apalagi, Presiden Zelensky secara tegas menyatakan tidak ingin Ukraina berada di bawah bayang-bayang Rusia lagi serta ingin bergabung dengan NATO dan Amerika. 

Sudah jelas NATO dan Amerika menyambut dengan baik keinginan itu dan tentunya menjadi hal yang menguntungkan, yang mana mereka bisa saja membuat pangkalan militer di Eropa Timur. 

Sebaliknya, Rusia menjadi terancam dan hasrat mengambil alih Ukraina menjadi semakin besar pula. 

Baca Juga: Pasukan Militer Rusia Menyerang Ukraina pada Jumat, 25 Februari 2022, Lalu Apa Langkah PBB Selanjutnya? 

Dari konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina ini, akankah terjadi Perang Dunia Ketiga? 

Kemungkinan tersebut akan selalu ada karena Presiden Vladimir Putin merupakan seorang yang memiliki power di Rusia. 

Terlebih lagi kondisi melemahnya ekonomi Dunia saat ini karena COVID-19 juga mirip seperti yang terjadi saat Perang Dunia I dan II dimana keadaan Dunia juga sedang rentan. 

Namun, di tengah konflik geopolitik tersebut, perdamaian Dunia masih digaungkan di beberapa negara.***

Editor: Suci Arin Annisa

Tags

Terkini

Terpopuler