Menakar Tantangan Guru Lintas Generasi di Era 5.0

- 11 September 2021, 21:25 WIB
Ilustrasi guru/Dewasa ini, tantangan yang dihadapi oleh para guru sekarang dengan guru dahulu tidaklah sama. Bagaimana menyikapinya? Simak selengkapnya.
Ilustrasi guru/Dewasa ini, tantangan yang dihadapi oleh para guru sekarang dengan guru dahulu tidaklah sama. Bagaimana menyikapinya? Simak selengkapnya. /Unsplash.com/@wocintechchat

RINGTIMES BANYUWANGI - Menjadi seorang guru adalah sebuah pilihan hidup. Yang akan mengantarkan siapapun yang memilihnya untuk terus bisa berbahagia, tapi tidak untuk menjadi kaya raya.

Kenapa? Karena, ruang pilihan hidup menjadi seorang guru itu sebuah jalan pengabdian.

Dan lazim, hanya ada kebahagiaan dalam pengabdian, meski kadang kala harus melewati masa-masa sulit.

Penulis memulai pilihan ini di usianya ke 22 tahun. Saat itu ada satu kalimat yang terucap dengan penuh kesadaran, "This is my way, ini jalanku".

Baca Juga: Kepala Madrasah, Ambang Batas Tertinggi Raihan Prestasi Terbaik Lembaganya

Kemudian, konsisten didalamnya sampai saat ini di usia ke 35 tahun. Pernah bertugas di 5 sekolah berbeda dalam waktu satu pekan, yang jarak antara satu dengan lainnya kurang lebih 20 kilometer.

Bersyukurnya, semua dilalui dengan bahagia, dan akhir-akhir ini kebahagiaan itu semakin menjadi saat melihat murid-murid yang didampinginya telah menjadi 'orang' yang memberi kemanfaatan bagi manusia di berbagai profesi, ada yang di TNI, Polisi, Akuntan Publik, dan profesi lainnya.

Pada era sekarang ini, ada tiga generasi terakhir yaitu X, Y dan Millenial yang pada akhirnya menuntut semua guru untuk bisa menyesuaikan diri.

Generasi X yang terlahir di rentang tahun 1965-1976 yang memiliki kekhasan untuk mampu bertahan hidup lebih kuat dengan mengusung ide individialisme yang cukup tinggi.

 Baca Juga: Does School Kill Students' Creativy?

Mereka adalah ayah dan bunda kita saat ini, dengan pola pendidikan yang benar-benar masih belum tersentuh teknologi. Dimana pembentukan karakter masih kuat. Generasi inilah yang melahirkan para guru yang sedang eksis di tahun ini.

Generasi Y, terlahir di rentang tahun 1982-2006. Gagasan yang diusung berbeda dengan fase sebelumnya. "All for Us" yang artinya semua untuk kita.

Mereka mampu melakukan percepatan dan pembangunan integritas personal dan komunitas. Dan pelibatan tekhnologi dalam bentuk media sosial awal kali dibangun di periode ini.

Semua nilai baik yang disusun ulang oleh generasi ini adalah warisan genetic dan generasi sebelumnya.

 Baca Juga: 3 Syarat Utama Pola Terbaik Yayasan dan Kepala Sekolah, Penentu Gagal atau Suksesnya Lembaga Pendidikan

Generasi setelahnya, yang lagi bertumbuh sekarang adalah Generasi Millenial. Para murid yang saat ini ada di ruang-ruang kelas.

Mereka sejak lahir sudah tersambung dengan tekhnologi. Kehidupan yang dialami tersebut karena bersentuhan dengan kecanggihan device yang terhubung ke internet sehingga mampu mempengaruhi pola keseharian mereka dalam semua bidang, baik pendidikan, pemenuhan kebutuhan konsumtif dan yang lainnya.

Serba simple dan instan, positifnya mereka mampu menyederhanakan permasalahan dengan bantuan tekhnologi, namun negatifnya, pondasi pemahaman tentang filosofi kehidupan masih sangat rentang untuk dirusak. Detail akan penulis jelaskan di artikel yang lainnya.

Kembali ke profesi Guru yang mendampingi generasi millennial saat ini. Pola pendekatan pendidikan yang didapat di masa guru dididik mejadi guru, butuh untuk disesuaikan dengan kondisi generasi sekarang.

Baca Juga: Corona dan Jalan Panjang Pendidikan di Indonesia, Mari Siapkan Imunitas Sekolah

Mengapa? Karena dunia saat ini jelas berbeda. Penulis teringat dengan kaedah pendidikan yang disampaikan oleh Kahlil Gibran yang menyebutkan:

Anak-anakmu Bukanlah anak-anakmu

Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri, Mereka terlahir melalui dirimu tapi bukan dirimu, meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan dirimu.

Pesan utamanya adalah, siapkan diri mereka untuk hidup di zamannya. Tetapi dengan metodologi yang sesuai dengan dunia mereka saat ini, dengan pendekatan yang berbeda yang diterima oleh para guru di masanya dahulu.

Semoga paham dengan yang tersampaikan, jika belum bisa komunikasi langsung menghubungi penulis untuk diskusi di forum leader forum khusus pendidikan yang dikelola, hubungi 085236662268 ya.

Baca Juga: Shifting Segera! Dari Berkompetisi Antar Sekolah Menjadi Kolaborasi

Pukul Mereka Saat Lakukan Kesalahan

Sisi Negatif generasi millennial adalah lemahnya pemahaman mereka akan nilai-nilai kehidupan.

Pandangan sederhana tentang kehidupan disisi lain menjadikan mereka tak mampu bertahan saat ada berbagai kesulitan hidup di masa depan.

Ibarat sebuah pohon, pemahaman nilai sama seperti akar yang kuat menghujam ke bumi. Untuk menanamkan ini Guru, bisa menerapkan metode lama yang dimodifikasi, apa itu? Pukulan, Ya Pukulan. Pukul anak saat mereka lakukan kesalahan.

Uppsss... jangan salah paham dulu ya? Pukulan yang penulis maksud bukan pada dimensi fisik, tapi lebih kepada ruang pukulan ke ruang emosi dan karakter.

Baca Juga: Antara Strategi dan Taktik, Mana Pilihan Terbaik Sekolah?

Mengingatkan mereka dengan cara khusus dengan kata-kata yang baik penuh hikmah dan keteladanan. Yang dalam bahasa Al Qur'an tersampaikan berikut:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An Nahl ayat 125)

Ajaklah mereka untuk melihat ke dalam, memberikan gambaran tentang makna-makna kehidupan yang tak tampak dipermukaan.

Semisal saat mereka ramai di kelas, Anda bisa mengheningkan mereka sejenak kemudian menjelaskan efek buruk saat ramai dalam belajar dilanjutkan menggambarkan kemanfaatan saat tenang dalam proses belajar.

Baca Juga: Kita Semua Menjalankan Peran ini, Menjadi Guru Sebelum Segala Sesuatu

Tentunya disampaikan dengan cara terbaik menggunakan penjelasan audio video yang merangsang mereka untuk memahami nilai yang tersirat.

Memukul mereka dalam konteks ini adalah memberikan penjelasan dengan hikmah dan contoh keteladanan yang baik.

Saat ini, bisa jadi langka ditemukan di berbagai dunia pendidikan. Tapi yakinlah, pasti ada banyak hal yang sedang disiapkan untuk membersamai generasi terbaik millennial saat ini.

Menjadi  Guru memang tak membuat kita kaya, tapi ia akan menjadikan kita bahagia di dunia dan akhirat.

Pernahkah terbayang, bagaimana jika nantinya saat Allah SWT, karena dosa kita yang banyak, akhirnya memutuskan kita untuk masuk ke neraka?

Namun disaat yang sama ada murid kita membela, menjadi saksi jalan kebaikan yang ia lakukan karena jasa dan bimbingan kita saat menjadi guru, dan itu menjadi amalan ilmu yang bermanfaat dan dengan itu ujungnya Allah SWT memasukkan kita ke JannahNya.

Ayah Bunda, Menjadi Guru adalah Jalan Pulang kita kepadaNya.***

Mas Rofi'
CEO SmartGen Indonesia
Konsultan Branding Sekolah
ESQ 3.0 Coach

 

Editor: Shofia Munawaroh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah