Ratusan Demonstran yang Unjuk Rasa Menolak Perang di Sejumlah Kota di Rusia Diamankan Pihak Kepolisian

14 Maret 2022, 20:30 WIB
Ilustrasi - Ratusan orang warga Rusia ditangkap akibat berunjuk rasa memprotes tindakan invasi oleh negaranya ke Ukraina. /Pexels Arturas Kokorevas

RINGTIMES BANYUWANGI - Usai melakukan demo penolakan atas perang, yang berlangsung di beberapa kota di Rusia pada Minggu, 13 Maret 2022 waktu setempat, ratusan orang diamankan pihak berwajib.

Bahkan berdasarkan laporan, sebanyak 919 orang telah ditangkap di 38 kota di seluruh Rusia.

Setelah sebelumnya aksi demo tersebut dilakukan sejak 24 Februari 2022 lalu, tercatat sebanyak 14.906 orang telah ditangkap oleh kepolisian setempat.

Baca Juga: AS Mengeluarkan 200 Juta Dolar untuk Senjata Pertahanan Ukraina Setelah Penembakan Rusia

“Siapa pun yang mencoba keluar atau terlihat seperti pengunjuk rasa telah diseret dengan keras,” kata Bernard Smith, salah satu wartawan Al Jazeera di Moskow.

Artikel ini sebelumnya telah terbit di Pikiran-Rakyat.com dengan judul: Buntut Aksi Demo Tolak Perang di Rusia, Polisi Amankan Ratusan Demonstran

Bernard Smith menggambarkan situasi di mana seorang wanita ditarik paksa oleh polisi karena berada di lokasi demo.

Ancaman 15 Tahun penjara bagi penyebar Hoaks terkait perang dengan Ukraina

Pada 4 Maret 2022 lalu, parlemen Rusia menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan untuk mengkriminalisasi media atau individu.

Di mana, bagi yang menyebarkan informasi ‘palsu’ yang bertentangan dengan posisi pemerintah Rusia dalam perang di Ukraina, akan dihukum penjara selama 15 tahun.

Baca Juga: Bus yang Membawa Pengungsi Ukraina Terbalik di Italia, Seorang Ibu Muda Tewas

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera, yang dimaksud dengan informasi palsu ini merupakan pemberitaan mengenai jumlah warga sipil dan informasi kekalahan pasukan Rusia di Ukraina.

RUU tersebut telah disetujui oleh parlemen Rusia, dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Sebelumnya, ketua majelis rendang Rusia, Vyacheslav Volodin mengatakan bahwa RUU itu bisa segera disahkan.

Baca Juga: Drone Era Soviet yang Jatuh di Kroasia Membawa Bom, NATO Dinilai Lambat Tangani Insiden Serius

“Saya ingin semua orang mengerti, dan agar masyarakat mengerti, bahwa kami melakukan ini untuk melindungi tentara dan perwira kami, dan untuk melindungi kebenaran,” katanya.

Dalam RUU tersebut, hukuman tiga tahun penjara atau denda diberikan bagi siapapun yang menyebarkan berita yang dianggap hoaks.

Tetapi hukuman maksimum naik menjadi 15 tahun untuk kasus-kasus yang dianggap telah menyebabkan ‘konsekuensi berat’.

Baca Juga: Eksekusi Massal Terbesar yang Pernah Tercatat, 81 Orang Tewas di Arab Saudi

Sementara BBC News di Rusia pun berencana menghentikan operasi penelitian mereka yang berkaitan dengan tentara Rusia.

Mereka tengah memperhitungkan kemungkinan apabila RUU itu disahkan, dan berencana untuk melanjutkan layanan mereka di luar Rusia dengan tetap menggunakan Bahasa Rusia.

Direktur Jenderal BBC bernama Tim Davie membuat pernyataan yang mengabarkan bahwa pemindahan itu harus dilakukan.

Baca Juga: Ungkap Bantuan dari Negara Barat Tak Gratis, Volodymyr Zelensky: Semuanya Datang Memiliki Biaya

"Keselamatan staf kami adalah yang terpenting dan kami tidak siap untuk mengekspos mereka pada risiko penuntutan pidana hanya karena melakukan pekerjaan mereka,” katanya.

Stasiun radio independen terkemuka Rusia bernama Ekho Moskyy ditutup sementara.

Kemudian stasiun TV independen Dozdh (Rain) juga menghentikan operasinya setelah menerima ancaman penutupan dari pihak berwenang.***(Bayu Rekartono/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Suci Arin Annisa

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler