Kasus teror pada VK juga orang tua dan keluarganya menunjukkan seriusnya hubungan ancaman dan kekerasan antara ruang nyata dan maya.
Baca Juga: Diminta Waspada, Bill Gates Ramal Dunia Akan Diserang Pandemi Baru
Hal ini sangat sesuai dengan laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan bahwa PPHAM menjadi target kekerasan, ancaman, dan pelecehan karena mengeluarkan pernyataan atau ekspresi yang berkaitan dengan kesetaraan dan feminisme, termasuk di ruang siber.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 5 Juli 2018 juga telah mengadopsi resolusi mengenai "Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet", yang di antaranya membahas masalah spesifik kekerasan dunia siber dan ujaran kebencian siber terhadap perempuan, termasuk terhadap PPHAM.
Berbagai laporan dan resolusi badan PBB itu menegaskan prinsip bahwa hak asasi manusia perlu dilindungi secara offline maupun online.
Baca Juga: Para Buzzer Membuat Adanya Rezim Otoritarian di Era Jokowi, Said Didu Beri Julukan Baru
Berkenaan dengan kasus teror tersebut Komnas Perempuan hadir mewakili Negara memberikan sikap diantaranya:
1. Mendorong Kepolisian RI untuk mengusut tuntas dengan seksama dan segera, aksi teror terhadap orang tua dan keluarga VK serta memastikan proses hukum terhadap pihak pelaku untuk memutus rantai impunitas dan mencegah keberulangan, termasuk aksi teror di ruang siber.
2. Mendorong Kepolisian RI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memastikan jaminan perlindungan dari berbagai bentuk ancaman baik secara offline maupun online terhadap orang tua dan keluarga VK sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak konstitusional tentang jaminan rasa aman dan perlindungan hukum. Perlindungan ini juga mencakup upaya pemulihan korban dari trauma atas teror yang dialami.
Baca Juga: Ungkap Aparat Tak Mengerti Kebebasan Berekspresi, Komnas HAM: Banyak Polisi Kurang Paham