Komnas Perempuan: Usut Tuntas Aksi Teror terhadap Orang Tua dan Keluarga VK

- 11 November 2021, 20:48 WIB
Komnas Perempuan minta Kepolisian mengusut tuntas dan memproses hukum pelaku teror pengacara dan perempuan pembela HAM (PPHAM) Papua.
Komnas Perempuan minta Kepolisian mengusut tuntas dan memproses hukum pelaku teror pengacara dan perempuan pembela HAM (PPHAM) Papua. /Pixabay/ELG21

RINGTIMES BANYUWANGI - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam aksi teror yang dialami keluarga Veronika Koman (VK) pada Minggu, 7 November 2021.

Komnas Perempuan mendesak kepolisian agar mengusut tuntas dan memproses hukum pelaku teror serta memastikan perlindungan bagi orang tua dan keluarga VK dari segala bentuk ancaman dan tindakan kekerasan lainnya.

Tidak hanya itu Komnas Perempuan meminta pemerintah untuk memberikan dukungan pemulihan bagi mereka.

Baca Juga: Bupati Ipuk Hadiri Pameran Kepurbakalaan yang Diselenggarakan Dinas Pariwisata Banyuwangi

Teror dan intimidasi dalam berbagai bentuk diterima orang tua dan keluarga VK dalam tiga tahun terakhir.

Yang tebaru adalah aksi pelemparan bahan peledak pada Minggu, 7 November 2021.

Aksi itu hanya berselang dua minggu dari aksi tidak tanggung jawab lainnya yakni peletakan barang yang digantung kemudian terbakar.

Baca Juga: Donor Plasma Convalesen di Jawa Timur Telah Diikuti Ratusan Penyintas Covid-19

Demikian juga aksi memata-matai rumah orang tua VK yang menganggu kenyamanan tetangga sekitar.

Intimidasi juga dilakukan melalui media daring, termasuk dengan menyebarkan foto rumah orang tua VK di media sosial oleh akun anonim.

Akibat rangkaian aksi teror tersebut orang tua VK, terutama ibunya, menjadi takut dan trauma.

Baca Juga: DPRD Jawa Timur Klaim PPKM Jatim Berhasil, Ini Indikator yang Dipakai

Teror yang disasarkan kepada orang tua dan keluarga VK tidak lepas dari aktivitasnya sebagai pengacara dan Perempuan Pembela HAM (PPHAM).

VK aktif menyuarakan kondisi pelanggaran HAM di Papua.

Teror-teror tersebut merupakan bentuk kelanjutan dari intimidasi langsung setelah melalui media daring.

Baca Juga: Polda Jatim Dalami Oksigen Palsu Berpotensi untuk Pasien Covid-19

Penyerangan-penyerangan terhadap pribadi VK dilakukan dengan mengaitkan  unsur ras, agama dan gender.

Dalam catatan Komnas Perempuan, sebagai PPHAM, VK telah mengalami kekerasan siber berbasis gender, terutama berupa ujaran kebencian dengan menyasar gendernya sebagai perempuan (gender hate speech).

Komnas Perempuan juga mencatat berbagai bentuk kekerasan siber yang diarahkan pada VK, sebagaimana dilaporkan oleh Amnesty Internasional, antara lain trolling, peretasan/Cyber hacking, impersonasi, pengawasan, penguntitan siber/Cyber surveillance, konten illegal, pencemaran nama baik/online defamation, pesan seksual/sexting, pelecehan siber/cyber harassment, dan publikasi informasi pribadi/doxing. 

Baca Juga: KMP Yunice Tenggelam, 7 Orang Dinyatakan Meninggal, Berikut Nama-nama Crew Kapal

Semua serangan terhadap pribadi tersebut dimaksudkan untuk menekan dan membungkam VK agar menghentikan aktivitasnya dan menyerahkan diri atas tuduhan tindak pidana yang disangkakan terhadapnya.  

Teror ini dapat menjadi sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berupa penyiksaan jika dilakukan atas sepengetahuan, atau dibiarkan oleh aparat negara.

Hal ini sejalan dengan definisi penyiksaan sebagai dirumuskan dalam UU No 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. 

Baca Juga: Dikabarkan Tenggelam di Selat Bali, Simak Profil Kapal Feri KMP Yunicee

Dalam UU tersebut, penyiksaan dirumuskan sebagai:

"Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, [untuk] menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik."

Konvensi Menentang Penyiksaan diratifikasi karena penyiksaan merupakan tindakan yang bertentangan dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang diteguhkan dalam Konstitusi RI.

Baca Juga: Bill Gates Minta Dunia Bersiap Hadapi Pandemi Baru Pasca Covid-19, Ada Serangan Cacar?

UUD NRI 1945 Pasal 28G ayat (2) menggarisbawahi bahwa bebas dari segala bentuk ancaman dan penyiksaan merupakan salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun.

Hak perlindungan dari penyiksaan juga dinyatakan dalam Pasal 33 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan Pasal (7) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. 

Kasus teror pada VK juga orang tua dan keluarganya menunjukkan seriusnya hubungan ancaman dan kekerasan antara ruang nyata dan maya.

Baca Juga: Diminta Waspada, Bill Gates Ramal Dunia Akan Diserang Pandemi Baru

Hal ini sangat sesuai dengan laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan bahwa PPHAM menjadi target kekerasan, ancaman, dan pelecehan karena mengeluarkan pernyataan atau ekspresi yang berkaitan dengan kesetaraan dan feminisme, termasuk di ruang siber.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 5 Juli 2018 juga telah mengadopsi resolusi mengenai "Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet",  yang di antaranya membahas masalah spesifik kekerasan dunia siber dan ujaran kebencian siber terhadap perempuan, termasuk terhadap PPHAM.

Berbagai laporan dan resolusi badan PBB itu menegaskan prinsip bahwa hak asasi manusia perlu dilindungi secara offline maupun online.

Baca Juga: Para Buzzer Membuat Adanya Rezim Otoritarian di Era Jokowi, Said Didu Beri Julukan Baru

Berkenaan dengan kasus teror tersebut Komnas Perempuan hadir mewakili Negara memberikan sikap diantaranya:

1. Mendorong Kepolisian RI untuk mengusut tuntas dengan seksama dan segera, aksi teror terhadap orang tua dan keluarga VK serta memastikan proses hukum terhadap pihak pelaku untuk memutus rantai impunitas dan mencegah keberulangan, termasuk aksi teror di ruang siber.

2. Mendorong Kepolisian RI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memastikan jaminan perlindungan dari berbagai bentuk ancaman  baik secara offline maupun online terhadap orang tua dan keluarga VK sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak konstitusional tentang jaminan rasa aman dan perlindungan hukum. Perlindungan ini juga mencakup upaya pemulihan korban dari trauma atas teror yang dialami.

Baca Juga: Ungkap Aparat Tak Mengerti Kebebasan Berekspresi, Komnas HAM: Banyak Polisi Kurang Paham

3. Merekomendasikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KHAM) untuk memastikan perlindungan dan dukungan kepada PPHAM, dalam hal ini  orang tua dan keluarga VK, sebagai upaya pelaksanaan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang pembela HAM.

4. Merekomendasikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan dukungan pemulihan psikososial dengan memperhatikan kebutuhan dan kerentanan khusus dari perempuan, dalam hal ini ibu dan perempuan anggota keluarga VK.

5. Mengapresiasi penyikapan dari komunitas pembela HAM dalam memberikan dukungan kepada orang tua dan keluarga VK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pemajuan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia di Indonesia.

Baca Juga: Komnas Haji Umrah Apresiasai Pemerintah Usai Batalkan Keberangkatan Haji

6. Mendesak media untuk turut menciptakan suasana yang mendukung jaminan pelindungan bagi orang tua dan keluarga VK, termasuk dengan mempertimbangkan risiko pemberitaan lokasi pada intimidasi yang lebih intensif.

7. Meminta masyarakat tidak terhasut untuk melakukan kekerasan, permusuhan dan diskriminasi terhadap VK dan keluarganya, termasuk dengan menggunakan media siber.***

Editor: Suci Arin Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah